Keluarga yang Tuhan
berikan kepada saya adalah keluarga terindah. Tuhan memberikan kepada saya, ayah
dan ibu yang baik. Ayah saya sangat
menekuni bisnisnya dan memperjuangkannya untuk keluarga. Ayah berniat untuk
mengirimkan saya untuk sekolah di Belanda. Bagi keluarga kami Belanda adalah
Sorga kedua di bumi. Ayah dan ibu ingin
saya seperti om-om yang sukses di Belanda.
Namun, sebelum
cita-cita itu tercapai ayah harus meninggal dengan cara tragis. Beberapa hari
sebelumnya, ayah memang sudah bertengkar dengan saudaranya. Suatu kali, ketika
kami sekeluarga sedang mengobrol di ruang tamu, saudara ayah datang dengan membawa
pisau (golok ) di tangan. Ketika itu saudara ayah tersebut langsung menodong
ayah. Namun, ayah masih mengelak dengan kedua tangannya. Dan pada saat itu
tangan ayah hampir putus, karena menangkis pisau (golok ) tersebut.
Lalu saudara ayah
membunuh ayah dengan sangat membabi buta. Setelah dia membunuh ayah,
selanjutnya dia mencari saya. Ketika itu saya masih berumur 13 tahun dan saya
hanya bisa melarikan diri saya dari pembunuh tersebut. Saya sempat melarikan
diri ke dapur. Ketika dia sudah mendapati saya dan akan melemparkan pisaunya,
ibu pembunuh tersebut datang dan membawanya ke kantor polisi. Ketika itu saya dan
ibu langsung menghampiri ayah yang berlumuran darah. Ibu sangat terkejut
melihat ayah yang memang sudah tidak bernyawa.
Sebulan kemudian
setelah kami hidup tanpa ayah, akhirnya bisnis yang selama ini dibangun ayah
ditutup. Karena, memang yang mengerti bisnis tersebut hanya ayah. Ibu hanyalah
seorang ibu rumah tangga. Lalu opa dan oma saya yang berada di Belanda,
mengirimkan utusan untuk mengurus kami pindah ke Belanda. Akhirnya kami pun
untuk sementara waktu pindah ke Jakarta dan tinggal di rumah utusan opa. Namun,
utusan tersebut menghabiskan uang yang opa kirimkan untuk biaya kami ke
Belanda. Dan akhirnya opa pun memutuskan untuk menghentikan aliran dana.
Akibatnya, kami pun diusir dari rumah utusan opa.
Mau tidak mau ibu harus
banting tulang di Jakarta untuk menghidupi saya dan adik-adik yang masih kecil.
Ketika itu saya berpikir sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dengan penuh
keputusan yang besar, ibu akhirnya mengirimkan saya ke Ambon untuk disekolah
oleh saudara. Namun, ketika saya menjalani kehidupan disana, saya harus benar-benar
menguras tenaga. Karena saya harus membersihkan rumah sebelum saya ke sekolah. Bahkan
mengantar jemput anak-anak sekolah minggu.
Sampai suatu kali saya
mengikuti sekolah minggu dan saya diajak untuk mengajar sekolah minggu. Ketika
itu saya merasa sangat bahagia dan bebas. Namun, ketika saya sedang
mendengarkan radio tentang pembunuhan, dendam di hati saya bergejolak lagi. Dan
keinginan untuk membalaskannya selalu muncul. Namun, ketika itu saudara saya
memberikan nasihat firman Tuhan bahwa setiap manusia harus mengampuni. Ada
sebuah ayat yang sangat mengubahkan hati saya. Roma 12:19 : “ Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis : Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan,
firman Tuhan.
Ketika itulah Tuhan
memberikan kekuatan kepada saya untuk mengampuni orang yang membunuh ayah saya.
Dahulu saya berpikir bahwa pembunuh tersebut telah menghancurkan masa depan
saya. Saya tidak bisa ke Belanda karena ayah saya dibunuh. Namun, sekarang saya
mengerti bahwa setiap rancangan saya bukan rancangan Tuhan. Melalui kejadian
ini, saya telah menemukan arti sebuah kehidupan yang sebenarnya. Kini, Tuhan
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan sekolah Theoligia dan
sekarang saya menjadi Gembala dalam sebuah gereja. Saya tidak pernah memikirkan
bahwa saya akan menjadi seorang pendeta. Ternyata rancangan Tuhan itu sungguh luar biasa.